Dalam melaksanakan tugas-tugas pemberdayaan, sebuah
LSM harus memiliki komitmen penuh untuk bekerja dengan masyarakat. Dalam hal
ini, bukanlah lembaga sebagai sebuah institusi yang dituntut atas komitmen
tersebut, melainkan orang-orang yang berada di dalamnya. Hal tersebut didasari
pada kesadaran bahwa dengan komitmen, seseorang akan dapat melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya untuk dapat mencapai tujuan pemberdayaan itu sendiri
(tentunya sesuai dengan aturan-aturan yang telah dibuat dan disepakati bersama).
Namun, patut disadari bahwa komitmen saja tidak cukup dalam upaya pemberdayaan
masyarakat. Para penggiat masyarakat ini (begitu saya menyebutnya) juga wajib
mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang mantap tentang pemberdayaan masyarakat
itu sendiri beserta teknik-teknik memfasilitasi masyarakat dalam mewujudkan
masyarakat yang mandiri. Pengetahuan yang diberikan tentunya diintegrasikan
dengan tema atau isu yang diangkat dalam program yang diselenggarakan (dalam
hal ini adalah pengurangan risiko bencana yang terintegrasi dengan perubahan
iklim dan manajemen lingkungan). Kesadaran akan pentingnya menyampaikan pengetahuan
dan pemahaman kepada para penggiat masyarakat inilah yang membuat BSK membuat
pelatihan kepada timnya sebagai bekal sebelum mereka turun lapangan. Selain dapat
membangun pemahaman bersama mengenai konsep pengurangan risiko bencana yang
terintegrasi dengan perubahan iklim dan manajemen lingkungan, melalui proses
ini kerjasama anggota tim juga dapat terbangun.
Proses rekrutmen tim
Untuk mendapatkan orang-orang yang mempunyai komitmen
penuh dalam menjalankan tugas-tugas pemberdayaan masyarakat, proses rekrutmen yang
objektif sangat diperlukan. Ohya, dalam proses ini, perekrutan orang/penduduk
setempat (lokal) sebagai fasilitator atau tenaga pendamping nantinya mempunyai keuntungan
tersendiri. Selain karena dapat membuka lapangan kerja bagi penduduk setempat,
perekrutan tenaga pendamping lokal dinilai dapat membuat proses kegiatan
program dapat berjalan lebih efektif karena mereka memahami karakteristik
masyarakat, budaya, lingkungan setempat dan tentunya bahasa lokal yang dapat
sangat mempengaruhi keberhasilan program. Oleh karena itu, tim perekrut juga
harus pandai-pandai memilih dan menentukan orang-orang yang akan bergabung
menjadi tim program. Tim perekrut dapat mengidentifikasinya melalui latar
belakang pendidikan dan pengalaman dalam bidang pemberdayaan yang tercantum
dalam daftar riwayat hidup yang mereka kirimkan, untuk kemudian dapat
diperdalam dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terkait pengalaman di bidang
pemberdayaan pada sesi wawancara. Melalui proses ini juga dapat diidentifikasi kebutuhan
terhadap materi yang akan diberikan selama proses pelatihan dan penguatan tim
dengan melihat pengetahuan dan keterampilan memfasilitasi mereka pada saat sesi
wawancara.
Dalam hal lain, sebagai salah satu daerah yang mempunyai
permasalahan kompleks baik di tingkat pemerintahan maupun tingkat grassroot, Provinsi NTT khususnya
Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menjadi magnet bagi banyak LSM baik
internasional maupun lokal atau nasional untuk berbondong-bondong
menyelenggarakan program pemberdayaannya di sini. Hal ini menjadi keuntungan
sekaligus tantangan tersendiri bagi BSK. Di satu sisi, melalui keberadaan
lembaga-lembaga ini, BSK dapat berjejaring dan bersinergi dalam melaksanakan
setiap kegiatannya. Namun di sisi lain, keterbatasan sumber daya manusia (SDM) terlebih
yang memiliki pemahaman dan berpengalaman dalam kegiatan pemberdayaan memaksa
BSK untuk lebih giat mencari dan menghubungi pihak-pihak yang pernah
bekerjasama dengannya. Hal ini juga yang menjadikan proses rekrutmen menjadi
lebih lama dari yang direncanakan. Dengan berbekal nomor kontak beberapa pihak
yang pernah bekerjasama dengan BSK dalam penyelenggaraan program di TTS,
singkat kata, BSK mendapatkan beberapa pelamar yang memiliki pengalaman dalam
bidang pemberdayaan. Karena dengan melihat dokumen riwayat hidup saja tidak
cukup untuk dapat mendapatkan SDM yang sesuai dengan criteria yang dibutuhkan
dalam program, maka tim rekrutmen mengadakan sesi rekrutmen lanjutan dengan beberapa
agenda inti yaitu wawancara, diskusi singkat dan sharing pengetahuan dasar
mengenai beberapa persoalan yang menjadi tema program (lingkungan dan pengurangan risiko bencana dengan
mengarusutamakan isu gender) serta simulasi fasilitasi masyarakat dengan
persoalan tersebut. Dengan beberapa teknik yang dilakukan dalam proses rekrutmen
tersebut, dapat diidentifikasi dan diperoleh gambaran secara utuh mengenai
pengetahuan, pemahaman dan keterampilan yang dimiliki oleh para pelamar dalam
bidang pemberdayaan masyarakat.
*****
No comments:
Post a Comment