: tentang peningkatan
kapasitas dan penguatan tim
Seperti yang dikatakan oleh Ki
Hajar Dewantara bahwa proses pembelajran dapat diperoleh dari keluarga, lembaga
pendidikan (sekolah) dan masyarakat. Dalam dunia pemberdayaan, masyarakat
adalah sumber segala ilmu bagi para penggiat masyarakat dalam meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa para
penggiat ini juga memerlukan bekal yang cukup terlebih dahulu untuk dapat
memperoleh ilmu lainnya saat terjun ke masyarakat. Bekal pengetahuan inilah
yang pada akhirnya menjadi landasan dalam melaksanakan tugas-tugas pemberdayaan
dengan memperhatikan tujuan besar program yang akan dicapai. Pemberian bekal
mengenai pengetahuan visi misi program, kode etik, pemahaman konsep yang
diusung dalam program, serta hal-hal teknis dalam pelaksanaan tugas
pemberdayaan masyarakat (khususnya teknik memfasilitasi masyarakat) menjadi
materi yang wajib disampaikan dalam proses pelatihan dan penguatan tim.
Dalam penyampaian materi selama
pelatihan, fasilitator menggunakan pendekatan andragogi atau pembelajaran orang
dewasa (POD). Dalam pendekatan ini, tim program sebagai peserta pelatihan adalah
orang dewasa yang dianggap sudah mempunyai konsep diri, yaitu kepribadian yang
tidak bergantung pada orang lain, mempunyai banyak pengalaman dan pengalaman
ini menjadi penting, mempunyai kesiapan belajar yang diprioritaskan pada
tugas-tugas perkembangan dan peran sosialnya, serta orang yang mempunyai
prospektif waktu dalam arti secepatnya mengaplikasikan apa yang ia pelajari. Atas
dasar itulah, teknik-teknik yang digunakan dalam andragogi ini menjadi berbeda
dengan teknik dalam pembelajaran anak-anak (pedagogi). Pada andragogi,
diciptakan suasana hubungan sama status antara fasilitator dan peserta artinya
terjadi proses saling membelajarkan diri dan menuntut seluruh peserta pelatihan
berpartisipasi aktif. Dalam konteks ini, pembelajaran orang dewasa terlihat
selama proses pelatihan tim yang diberikan oleh BSK kepada timnya dalam Program
Pengurangan Risiko Bencana (PRB) terintegrasi perubahan iklim dan manajemen
lingkungan.
Proses pelatihan tim
Dalam pelatihan (yang juga bisa disebut sebagai
proses penguatan tim) yang berlangsung selama 5 hari ini, terdapat beberapa
materi yang memuat pengetahuan-pengetahuan dasar tentang konsep yang diangkat
dalam pelaksanaan program ini, yaitu tentang konsep pengurangan risiko bencana
(PRB), perubahan iklim dan manajemen ekosistem. Untuk mengawali pemberian
materi tersebut, terlebih dahulu tim diberikan pemahaman tentang BSK sebagai
salah satu lembaga yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat dan mengenai
program PRB yang dijalankan sebagai refleksi dari komitmen pemberdayaan
masyarakat yang diusungnya.
1. Pengenalan lembaga dan program
Sesi pengenalan
lembaga dan program disampaikan dengan metode presentasi menggunakan video (pemutaran
film pendek/dikumenter) dan bagan singkat mengenai latar belakang dan tujuan program.
Hal ini dilakukan karena media visual dianggap lebih efektif dalam penyampaian
pesan dibanding dengan teknik ceramah. selesai pemutaran video, fasilitator
mengajak peserta untuk menyimpulkan isi dari video yang ditampilkan. Sedangkan untuk
penjelasan mengenai bagan program, fasilitator memaparkan satu per satu bagian
bagan sehingga gambaran mengenai visi misi dan strategi program dapat ditangkap
oleh peserta dengan jelas.
2. Pemahaman dasar konsep
PRB-ekosistem-perubahan iklim
Pada sesi ini,
fasilitator tetap menggunakan teknik pemutaran film dokumenter mengenai
bencana, lingkungan dan perubahan iklim. Dari setiap film yang diputarkan,
fasilitator kembali mengajak peserta untuk menceritakan maksud dan pesan yang
disampaikan oleh film. Lebih jauh lagi, fasilitator mencoba menggali informasi
dan pemahaman peserta menganai tema yang diangkat dalam film. Dalam hal ini,
dapat dikatakan materi yang diberikan mengenai tiga konsep dasar yang digunakan
sebagai dasar program (PRB, perubahan iklim, dan manajemnn ekosistem) masih
pada tataran yang sangat dasar. Minimnya pemahaman mendalam dan sumber bacaan mengenai
konsep-konsep ini baik oleh fasilitator maupun peserta, membuat sesi ini lebih
diisi dengan diskusi dan sharing pengetahuan tentang konsep-konsep tersebut. Hal
ini dapat menjadi bahan refleksi dalam pelaksanaan pelatihan tim ke depannya
bahwa keberadaan nara sumber yang memiliki pengetahuan yang utuh tentang konsep
atau tema yang diangkakt dalam propgram, sangat diperlukan. Namun begitu, dari
sinilah proses pembelajaran antara fasilitator dan peserta dapat terbangun
lebih baik.
tim memperhatikan film pendek yang diputar saat sesi pelatihan |
3. Pemahaman instrumen kajian PRB terintegrasi
Sebagai awal
pelaksanaan program PRB, fokus kegiatan yang dilakukan oleh tim selama beberapa
bulan ke depan adalah lebih kepada pengkajian (assessment) terhadap kondisi
masyarakat (di 4 desa di TTS, NTT) dan lingkungannya dalam kaitannya dengan bencana
untuk kemudian dilakukan analisis ancaman, kerentanan dan kapasitas yang
dimilikinya. Berdasarkan fokus kegiatan tersebut, serangkaian metode dan instrument
kajian (atau bisa juga disebut penelitian) perlu disusun dengan cermat sehingga
maksud dan tujuan kajian dapat tercapai. Pemahaman itulah yang coba disampaikan
pada tim sehingga pada prosesnya, mereka juga akan terlibat dalam menyusun
suatu metode odan instrumen kajian yang akan digunakan dalam program ini. Sebagai
pemahaman awal, materi mengenai jenis-jenis instrument dalam penelitian
(kajian) disampaikan dalam sesi ini untuk kemudian dapat disesuaikan dengan
kebutuhan kajian.
Dalam sesi ini,
peranan pengalaman yang dimiliki masing-masing peserta sangat penting untuk
diceritakan karena dari sini tim dapat mengambil pembelajaran yang diterapkan dalam
melaksanakan kajian ini. Pengalaman menjadi pendamping atau fasilitator juga sangat
membantu sehingga penyampaian pemahaman mengenai alat-alat kajian yang akan
digunakan ini menjadi lebih mudah dipahami. Namun begitu, mereka juga merasa
pada alat-alat kajian ini terlihat lebih detail, lengkap dan jelas dibanding
alat kajian yang pernah mereka gunakan dalam proyek yang pernah mereka kerjakan
sebelumnya. Pada sesi ini, juga dilakukan pembagian desa sebagai wilayah tanggung
jawab dari masing-masing fasilitator. Dalam hal ini, mereka diberikan kebebasan
untuk menentukan wilayah kerjanya (desa) sendiri dengan pertimbangan pengalaman
dan pengetahuan masing-masing fasilitator mengenai daerah yang dipilihnya. Dari
sini, dapat terlihat proses partisipatif yang dibangun selama masa pelatihan yang
pada akhirnya melahirkan rasa tanggung jawab yang lebih besar.
4. Diskusi dan simulasi alat kajian
Dari hasil diskusi
pada sesi sebelumnya, yang pada akhirnya ditentukan juga jenis-jenis instrumen apa
saja yang akan digunakan dalam kajian, maka pada sesi ini dilakukan simulasi
terhadap beberapa instrumen kajian yang telah disepakati akan digunakan. Hal ini
bertujuan agar peserta (tim) memahami teknik dan trik yang dilakukan saat
memfasilitasi pada setiap instrumen yang digunakan. Selesai simulasi, tiap
peserta dan fasilitator saling memberikan masukan dan komentar yang terjadi
selama proses simulasi dilakukan. Diskusi berjalan sangat dinamis dan dialogis.
Peserta (tim) mengutarakan pendapat dan pertanyaan dengan berani dan kritis,
hal ini menunjukkan sikap keingintahuan dan mau belajar yang tinggi antar
anggota tim. Saran dan masukan dalam simulasi menjadi bahan pembelajaran yang
sangat berarti bagi setiap fasilitator dan tim lainnya.
proses simulasi instrumen kajian di dalam kelas |
5.
Diskusi
rencana kerja dan persiapan uji coba
Diskusi pembahasan
rencana kerja dan jadwal pelaksanaan kegiatan ini didasarkan pada pedoman
proyek yang disusun dalam proposal program. Pembahasan mengenai teknis kegiatan
sepanjang rencana kerja yang telah ditetapkan sangat dinamis. Masing-masing
staf memberikan ide dan masukan terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan
khususnya untuk implementasi kajian di
desa. Untuk mendapatkan
gambaran dan pembelajaran yang sebenarnya
mengenai instrument kajian yang digunakan, direncanakan juga untuk
melakukan uji coba instrument kajian pada salah satu desa yang menjadi wilayah
kerja program. Dalam rangka persiapan pelaksanaan ujicoba tersebut, tim membuat
format-format tabel untuk instrument kalender musim dan diagram venn. Sebelumnya,
tim telah membagi-bagi tugas dan perannya terlebih dahulu. Penulisan format ke
dalam kertas plano ini bertujuan untuk memudahkan fasilitator dalam
melaksanakan kajian nantinya sehingga tidak perlu repot lagi dalam membuat
tabel-tabel yang akan diisi. Antusiasme tim dapat terlihat dalam persiapan ini
dengan berinisiatif melakukan pembagian peran dan tugas masing-masing orang dan
menyusun scenario fasilitasi saat pelaksanaan kajian nantinya.
****
No comments:
Post a Comment