Wednesday 6 March 2013

Pada awalnya.. (bagian 2)


: tentang peningkatan kapasitas dan penguatan tim

Seperti yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa proses pembelajran dapat diperoleh dari keluarga, lembaga pendidikan (sekolah) dan masyarakat. Dalam dunia pemberdayaan, masyarakat adalah sumber segala ilmu bagi para penggiat masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa para penggiat ini juga memerlukan bekal yang cukup terlebih dahulu untuk dapat memperoleh ilmu lainnya saat terjun ke masyarakat. Bekal pengetahuan inilah yang pada akhirnya menjadi landasan dalam melaksanakan tugas-tugas pemberdayaan dengan memperhatikan tujuan besar program yang akan dicapai. Pemberian bekal mengenai pengetahuan visi misi program, kode etik, pemahaman konsep yang diusung dalam program, serta hal-hal teknis dalam pelaksanaan tugas pemberdayaan masyarakat (khususnya teknik memfasilitasi masyarakat) menjadi materi yang wajib disampaikan dalam proses pelatihan dan penguatan tim.

Dalam penyampaian materi selama pelatihan, fasilitator menggunakan pendekatan andragogi atau pembelajaran orang dewasa (POD). Dalam pendekatan ini, tim program sebagai peserta pelatihan adalah orang dewasa yang dianggap sudah mempunyai konsep diri, yaitu kepribadian yang tidak bergantung pada orang lain, mempunyai banyak pengalaman dan pengalaman ini menjadi penting, mempunyai kesiapan belajar yang diprioritaskan pada tugas-tugas perkembangan dan peran sosialnya, serta orang yang mempunyai prospektif waktu dalam arti secepatnya mengaplikasikan apa yang ia pelajari. Atas dasar itulah, teknik-teknik yang digunakan dalam andragogi ini menjadi berbeda dengan teknik dalam pembelajaran anak-anak (pedagogi). Pada andragogi, diciptakan suasana hubungan sama status antara fasilitator dan peserta artinya terjadi proses saling membelajarkan diri dan menuntut seluruh peserta pelatihan berpartisipasi aktif. Dalam konteks ini, pembelajaran orang dewasa terlihat selama proses pelatihan tim yang diberikan oleh BSK kepada timnya dalam Program Pengurangan Risiko Bencana (PRB) terintegrasi perubahan iklim dan manajemen lingkungan.

Proses pelatihan tim
Dalam pelatihan (yang juga bisa disebut sebagai proses penguatan tim) yang berlangsung selama 5 hari ini, terdapat beberapa materi yang memuat pengetahuan-pengetahuan dasar tentang konsep yang diangkat dalam pelaksanaan program ini, yaitu tentang konsep pengurangan risiko bencana (PRB), perubahan iklim dan manajemen ekosistem. Untuk mengawali pemberian materi tersebut, terlebih dahulu tim diberikan pemahaman tentang BSK sebagai salah satu lembaga yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat dan mengenai program PRB yang dijalankan sebagai refleksi dari komitmen pemberdayaan masyarakat yang diusungnya.

1.       Pengenalan lembaga dan program
Sesi pengenalan lembaga dan program disampaikan dengan metode presentasi menggunakan video (pemutaran film pendek/dikumenter) dan bagan singkat mengenai latar belakang dan tujuan program. Hal ini dilakukan karena media visual dianggap lebih efektif dalam penyampaian pesan dibanding dengan teknik ceramah. selesai pemutaran video, fasilitator mengajak peserta untuk menyimpulkan isi dari video yang ditampilkan. Sedangkan untuk penjelasan mengenai bagan program, fasilitator memaparkan satu per satu bagian bagan sehingga gambaran mengenai visi misi dan strategi program dapat ditangkap oleh peserta dengan jelas.

2.       Pemahaman dasar konsep PRB-ekosistem-perubahan iklim
Pada sesi ini, fasilitator tetap menggunakan teknik pemutaran film dokumenter mengenai bencana, lingkungan dan perubahan iklim. Dari setiap film yang diputarkan, fasilitator kembali mengajak peserta untuk menceritakan maksud dan pesan yang disampaikan oleh film. Lebih jauh lagi, fasilitator mencoba menggali informasi dan pemahaman peserta menganai tema yang diangkat dalam film. Dalam hal ini, dapat dikatakan materi yang diberikan mengenai tiga konsep dasar yang digunakan sebagai dasar program (PRB, perubahan iklim, dan manajemnn ekosistem) masih pada tataran yang sangat dasar. Minimnya pemahaman mendalam dan sumber bacaan mengenai konsep-konsep ini baik oleh fasilitator maupun peserta, membuat sesi ini lebih diisi dengan diskusi dan sharing pengetahuan tentang konsep-konsep tersebut. Hal ini dapat menjadi bahan refleksi dalam pelaksanaan pelatihan tim ke depannya bahwa keberadaan nara sumber yang memiliki pengetahuan yang utuh tentang konsep atau tema yang diangkakt dalam propgram, sangat diperlukan. Namun begitu, dari sinilah proses pembelajaran antara fasilitator dan peserta dapat terbangun lebih baik.

tim memperhatikan film pendek yang diputar saat sesi pelatihan


3.       Pemahaman instrumen kajian PRB terintegrasi
Sebagai awal pelaksanaan program PRB, fokus kegiatan yang dilakukan oleh tim selama beberapa bulan ke depan adalah lebih kepada pengkajian (assessment) terhadap kondisi masyarakat (di 4 desa di TTS, NTT) dan lingkungannya dalam kaitannya dengan bencana untuk kemudian dilakukan analisis ancaman, kerentanan dan kapasitas yang dimilikinya. Berdasarkan fokus kegiatan tersebut, serangkaian metode dan instrument kajian (atau bisa juga disebut penelitian) perlu disusun dengan cermat sehingga maksud dan tujuan kajian dapat tercapai. Pemahaman itulah yang coba disampaikan pada tim sehingga pada prosesnya, mereka juga akan terlibat dalam menyusun suatu metode odan instrumen kajian yang akan digunakan dalam program ini. Sebagai pemahaman awal, materi mengenai jenis-jenis instrument dalam penelitian (kajian) disampaikan dalam sesi ini untuk kemudian dapat disesuaikan dengan kebutuhan kajian.

Dalam sesi ini, peranan pengalaman yang dimiliki masing-masing peserta sangat penting untuk diceritakan karena dari sini tim dapat mengambil pembelajaran yang diterapkan dalam melaksanakan kajian ini. Pengalaman menjadi pendamping atau fasilitator juga sangat membantu sehingga penyampaian pemahaman mengenai alat-alat kajian yang akan digunakan ini menjadi lebih mudah dipahami. Namun begitu, mereka juga merasa pada alat-alat kajian ini terlihat lebih detail, lengkap dan jelas dibanding alat kajian yang pernah mereka gunakan dalam proyek yang pernah mereka kerjakan sebelumnya. Pada sesi ini, juga dilakukan pembagian desa sebagai wilayah tanggung jawab dari masing-masing fasilitator. Dalam hal ini, mereka diberikan kebebasan untuk menentukan wilayah kerjanya (desa) sendiri dengan pertimbangan pengalaman dan pengetahuan masing-masing fasilitator mengenai daerah yang dipilihnya. Dari sini, dapat terlihat proses partisipatif yang dibangun selama masa pelatihan yang pada akhirnya melahirkan rasa tanggung jawab yang lebih besar.

4.       Diskusi dan simulasi alat kajian
Dari hasil diskusi pada sesi sebelumnya, yang pada akhirnya ditentukan juga jenis-jenis instrumen apa saja yang akan digunakan dalam kajian, maka pada sesi ini dilakukan simulasi terhadap beberapa instrumen kajian yang telah disepakati akan digunakan. Hal ini bertujuan agar peserta (tim) memahami teknik dan trik yang dilakukan saat memfasilitasi pada setiap instrumen yang digunakan. Selesai simulasi, tiap peserta dan fasilitator saling memberikan masukan dan komentar yang terjadi selama proses simulasi dilakukan. Diskusi berjalan sangat dinamis dan dialogis. Peserta (tim) mengutarakan pendapat dan pertanyaan dengan berani dan kritis, hal ini menunjukkan sikap keingintahuan dan mau belajar yang tinggi antar anggota tim. Saran dan masukan dalam simulasi menjadi bahan pembelajaran yang sangat berarti bagi setiap fasilitator dan tim lainnya.

proses simulasi instrumen kajian di dalam kelas

5.       Diskusi rencana kerja dan persiapan uji coba
Diskusi pembahasan rencana kerja dan jadwal pelaksanaan kegiatan ini didasarkan pada pedoman proyek yang disusun dalam proposal program. Pembahasan mengenai teknis kegiatan sepanjang rencana kerja yang telah ditetapkan sangat dinamis. Masing-masing staf memberikan ide dan masukan terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan khususnya untuk implementasi  kajian di desa. Untuk mendapatkan gambaran dan pembelajaran yang sebenarnya  mengenai instrument kajian yang digunakan, direncanakan juga untuk melakukan uji coba instrument kajian pada salah satu desa yang menjadi wilayah kerja program. Dalam rangka persiapan pelaksanaan ujicoba tersebut, tim membuat format-format tabel untuk instrument kalender musim dan diagram venn. Sebelumnya, tim telah membagi-bagi tugas dan perannya terlebih dahulu. Penulisan format ke dalam kertas plano ini bertujuan untuk memudahkan fasilitator dalam melaksanakan kajian nantinya sehingga tidak perlu repot lagi dalam membuat tabel-tabel yang akan diisi. Antusiasme tim dapat terlihat dalam persiapan ini dengan berinisiatif melakukan pembagian peran dan tugas masing-masing orang dan menyusun scenario fasilitasi saat pelaksanaan kajian nantinya. 

****

No comments:

Post a Comment